Bab Ke-1:
Keterangan-Keterangan Mengenai Shalat Witir
526. Nafi' mengatakan bahwa Abdullah bin Umar shalat antara serakaat dan dua rakaat dalam shalat witir. Sehingga, ia memerintahkan seseorang untuk melakukan sesuatu yang dihajatkan olehnya.
527. Al-Qasim berkata, "Kamu melihat orang banyak sejak saat kami dewasa, semuanya mengerjakan shalat witir tiga rakaat, dan sesungguhnya masing-masing[1] leluasa dikerjakan. Aku berharap tidak ada suatu kesalahan pun."
528. Aisyah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah selalu shalat sebelas rakaat. Itulah shalat beliau, maksudnya di malam hari. Lalu beliau sujud selama sekitar salah seorang di antaramu membaca lima puluh ayat sebelum beliau mengangkat kepala. Beliau shalat dua rakaat sebelum shalat subuh. Beliau berbaring pada lambung yang sebelah kanan sehingga muadzin datang untuk (iqamah) shalat (subuh).
Bab Ke-2: Waktu-Waktu Melakukan Witir
Abu Hurairah
berkata, "Nabi saw berpesan kepadaku supaya melakukan shalat witir sebelum
tidur."[2]
529. Anas bin Sirin
berkata, "Aku bertanya kepada Ibnu Umar, 'Apakah yang Anda ketahui mengenai
shalat sunnah dua rakaat sebelum mengerjakan shalat subuh, apakah aku boleh
memperpanjang bacaan padanya?' Ibnu Umar menjawab, 'Nabi shalat di waktu malam
dua rakaat dua rakaat dan melakukan witir satu rakaat. Lalu, shalat dua rakaat
sebelum shalat subuh dan seolah-olah azan (yakni iqamah) sudah ada di kedua
telinganya." Hammad berkata, "Yakni dilakukan dengan cepat."[3]
530. Aisyah
berkata, "Setiap malam Rasulullah melakukan witir dan witirnya berakhir sampai
waktu sahur."
Bab Ke-3: Nabi Membangunkan Istrinya Supaya Mengerjakan Shalat Witir
(Saya berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits
Aisyah yang tercantum pada nomor 289 di muka.")
Bab Ke-4:
Hendaklah Seseorang Menjadikan Shalat Witir Sebagai Akhir Shalatnya (di Waktu
Malam)
531. Abdullah bin
Umar mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "Jadikanlah akhir shalatmu pada malam
hari dengan witir."
Bab Ke-5:
Mengerjakan Shalat Witir di Atas Kendaraan
532. Sa'id bin
Yasar berkata, "Pada suatu ketika aku berjalan bersama-sama Abdullah bin Umar di
jalan menuju Mekah. Ketika aku merasa khawatir subuh akan datang, aku turun dari
kendaraan lalu aku shalat witir, sesudah itu aku susul Abdullah. Abdullah
bertanya, 'Ke mana engkau?' Aku menjawab, 'Aku khawatir kedahuluan masuk waktu
subuh. Karena itu, aku turun dari kendaraan lalu aku shalat witir.' Abdullah
berkata, 'Bukankah pada diri Rasulullah terdapat teladan yang baik bagimu?' Aku
menjawab, 'Sudah tentu, demi Allah.' Abdullah menjawab, 'Sesungguhnya Rasulullah
pernah melakukan shalat witir di atas kendaraan.'"[4]
Bab Ke-6:
Mengerjakan Shalat Witir di Perjalanan
533. Ibnu Umar
berkata, "Nabi shalat dalam perjalanan di atas kendaraannya. Ke arah mana pun
kendaraannya menghadap, maka ke situ pulalah beliau menghadap sambil berisyarat
sebagai melaksanakan shalatullail. Ini beliau lakukan selain shalat-shalat yang
difardhukan. Beliau juga berwitir di atas kendaraannya."
Bab Ke-7: Qunut
Sebelum Ruku dan Sesudahnya
534. Anas berkata,
"Qunut itu pada shalat magrib dan subuh."
Catatan
Kaki:
[1] Yakni witir satu rakaat dan tiga rakaat. Akan tetapi,
witir tiga rakaat dengan dua tasyahhud kemudian salam, terdapat riwayat sahih
yang melarangnya. Maka, cara mengerjakan shalat witir tiga rakaat ini boleh jadi
dengan satu kali tasyahud, atau dibagi dua dengan melakukan dua rakaat lalu
salam, kemudian satu rakaat lagi lantas salam. Penjelasan mengenai masalah ini
dapat dilihat di dalam risalah saya Shalatut Tarawih halaman 111-115.
[2] Di-maushul-kan oleh penyusun (Imam Bukhari) di dalam bab yang akan datang pada "19 AT-TAHAJJUD / 33 - BAB", dan di-maushul-kan oleh Ahmad dari beberapa jalan (2/299, 254, 258, 260, 265, 271, 277, 311, 329, 331, 347, 392, 412, 459, 472, 484, 489, 497, 499, 505, 526).
[3] Dalam sebagian naskah disebutkan dengan lafal bi sur'atin 'dengan cepat'. Dan yang dimaksud dengan azan di sini adalah iqamah. Yakni, shalatnya cepat seperti cepatnya orang yang mendengar iqamah untuk shalat (gugup).
[4] Hadits ini ditentang oleh golongan Hanafiah. Mereka berkata, "Tidak boleh mengerjakan shalat witir di atas kendaraan." Akan tetapi, hadits ini menyangkal pendapat mereka. Ath-Thahawi menganggap di dalam Syarhul Ma'ani (1/249) bahwa pendapat itu mansukh, karena tidak ada dalilnya melainkan semata-mata pemikiran.