KEWAJIBAN DAN URGENSI ZAKAT
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah
bin Baz
Segala puji bagi Allah semata dan shalawat serta salam
atas Muhammad yang tiada lagi nabi sesudahnya, para keluarga dan sahabatnya.
Amma ba’du.
Motivasi untuk menulis catatan ini ialah menasehati dan
mengingatkan kewajiban zakat yang diremehkan oleh banyak umat Islam. Mereka
tidak mengeluarkannya sesuai syari’at, padahal masalah zakat begitu agung dan
kapasitasnya sebagai salah satu rukun Islam yang lima, yang bangunannya hanya
bisa tegak di atasnya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
“Artinya : Islam itu dibangun di atas lima perkara : bersaksi
bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah
utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan
berhaji ke Baitullah” [Hadits ini telah disepakati
keshahihannya]
Kewajiban zakat atas umat Islam merupakan salah satu
prestasi Islam yang sangat menonjol dan perhatiannya terhadap berbagai urusan
para pemeluknya, karena banyak manfaatnya dan kaum fakir miskin
membutuhkanya.
MANFAAT ZAKAT
Pertama : Menguatkan ikatan kasih sayang
di antara orang yang kaya dan orang yang miskin, karena jiwa itu ditakdirkan
untuk mencintai siapa yang berbuat baik kepadanya.
Kedua : Membersihkan
dan menyucikan jiwa serta menjauhkannya dari sifat kikir, sebagaimana Al-Qur’an
mengisyaratkan hal ini dalam firmanNya.
“Artinya : Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka”
[At-Taubah : 103]
Ketiga : Membiasakan seorang muslim memiliki sifat
dermawan dan lemah lembut kepada orang yang membutuhkan.
Keempat ;
Mendatangkan keberkahan, tambahan dan pengganti, sebagaimana
firmanNya.
“Artinya : Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah
akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki yang sebaik-baiknya” [Saba :
39]
Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits
shahih.
“Artinya : Allah Subhanahu wa Ta’ala befirman, Wahai anak Adam,
nafkahkan (hartamu), maka Aku akan memberi nafkah kepadamu..”
Dan
berbagai manfaat lainnya.
Ada ancaman yang sangat keras terhadap orang
yang bakhil dengan hartanya, atau lalai mengeluarkannya. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan orang-orang yang menyimpan emas dan
perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada
mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas
perak itu dalam Neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan
punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, inilah harta bendamu yang kamu
simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang
kamu simpan itu” [At-Taubah : 34-35]
Setiap harta yang tidak ditunaikan
zakatnya adalah simpanan, yang karenanya pemiliknya akan diadzab pada hari
Kiamat, sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits shahih dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.
“Artinya : Setiap orang yang
memiliki emas dan perak yang tidak menunaikan hak hartanya tersebut, pasti
tatkala pada hari Kiamat kelak akan dibentangkan untuknya lempengan-lempengan
terbuat dari api, lalu dia dipanggang di atasnya dalam Neraka Jahannam, kemudian
lambung, kedua kening dan punggungnya diseterika dengannya. Setiap kali terasa
dingin maka diulang lagi untuknya pada hari yang panjangnya 50.000 tahun hingga
urusan di antara hamba diputuskan, lalu ia akan melihat jalannya ; apakah ke
Surga atau ke Neraka”.
Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa slam menyebut
pemilik unta, sapi dan kambing yang tidak menunaikan zakatnya. Beliau
mengabarkan bahwa ia akan diadzab dengan hartanya itu pada hari Kiamat
kelak.
Telah diriwayatkan dengan shahih dari Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.
“Artinya : Barangsiapa yang
diberi harta oleh Allah Azza wa Jalla, lalu ia tidak menunaikan zakatnya, (maka)
pada hari Kiamat hartanya dijelmakan menjadi seekor ular jantan aqra’ (yang
putih kepalanya, karena banyaknya racun pada kepala itu) yang berbusa di dua
sudut mulutnya. Ular itu dikalungkan (di lehernya) pada hari Kiamat. Ular itu
mencengkeram dengan kedua rahangnya, lalu ular itu berkata, ‘Saya adalah
hartamu, saya adalah simpananmu”.
Kemudian beliau membaca ayat ini
:
“Artinya : Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil terhadap
harta-harta yang Allah berikan kepada mereka sebagai karunia-Nya itu menyangka
bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sesungguhnya kebakhilan itu buruk bagi
mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di lehernya kelak pada
hari Kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala urusan (yang ada) di langit dan di
bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” [Ali-Imran :
180]
JENIS HARTA YANG WAJIB DIZAKATI BERIKUT NISHABNYA
Zakat itu wajib
pada empat jenis harta, yaitu : hasil bumi berupa biji-bijian dan buah-buahan,
binatang ternak, emas dan perak serta barang perniagaan.
Keempat jenis
ini terdapat nishab tertentu, yang kurang dari itu tidak wajib
zakat.
Nishab biji-bijian dan buah-buahan adalah lima wasaq. Satu wasaq
adalah 60 sha’ dengan sha’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi ukuran satu
nishab dengan sha’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berupa kurma, kismis,
gandum, beras dan sejenisnya ialah 300 sha’ dengan sha Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, yaitu setiap satu sha’ setara dengan empat cakupan tangan orang
berukuran sedang apabila kedua tangannya penuh.
Nishab binatang ternak
berupa unta, sapi, kambing terdapat perincian yang jelas dalam hadits-hadits
shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Untuk mengetahuinya lebih
lanjut, bagi yang berminat, dapat menanyakan kepada ahli ilmu mengenai hal itu.
Seandainya bukan karena bermaksud meringkas, niscaya kami terangkan semuanya
agar lebih bermanfaat.
Nishab perak ialah 140 mitsqal, yang kadarnya
dengan dirham Arab Saudi adalah 56 riyal (perak). Sedangkan nishab emas adalah
20 mitsqal, yang kadarnya dengan pound (uang standar emas) Arab Saudi ialah
11,3/7 pound Saudi.
Kewajiban zakat pada keduanya ialah 2,5% atas siapa
saja yang memiliki emas atau perak yang telah mencapai nishabnya, baik keduanya
atau salah satu dari keduanya dan telah genap setahun. Laba mengikuti pokok
modalnya dan tidak memerlukan haul baru lagi ; sebagaimana hasil ternak
mengikuti asalnya dan tidak memerlukan haul baru lagi, apabila asalnya sudah
satu nishab.
Termasuk dalam kategori emas dan perak ialah uang kertas
yang dipergunakan manusia pada masa sekarang, baik dinamai dirham, dinar, dolar
atau nama-nama lainnya. Apabila nilainya telah mencapai nishab perak atau emas
dan telah genap setahun, maka wajib dizakati.
Termasuk dalam kategori
uang ialah perhiasan kaum wanita yang khusus terbuat dari emas atau perak.
Apabila telah sampai nishab dan genap setahun, maka wajib dizakati, meskipun
disiapkan untuk dipakai atau dipinjamkan, menurut salah satu dari dua pendapat
ulama ; berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
“Artinya : Setiap pemilik emas maupun perak yang tidak menunaikan
zakatnya, pasti tatkala pada hari Kiamat kelak akan dibentangkan untuknya
lempengan-lempengan dari api…” hingga akhir hadits.
Telah sah dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melihat pada tangan seorang wanita
dua gelang terbuat dari emas, maka beliau bertanya, “Apakah kamu telah
memberikan zakatnya?” Ia menjawab, ‘Belum’. Beliau bertanya :
“Apakah
kamu merasa senang apabila Allah memakaikan kepadamu dengan keduanya pada hari
Kiamat, yaitu dua gelang terbuat dari api?’. Maka ia pun menjatuhkan keduanya
seraya berkata, ‘Keduanya untuk Allah dan RasulNya” [HR Abu Daud dan An-Nsa’i
dengan sanad hasan]
Telah sah pula dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha
bahwa ia memakai perhiasan terbuat dari emas, lalu ia bertanya, ‘Wahai
Rasulullah, apakah ini simpanan?’ Beliau menjawab, ’Sesuatu yang semestinya
dizakati lalu dizakati, maka ia bukan simpanan”. Dan hadits-hadits lainnya yang
semakna dengannya.
Adapun harta perniagaan, yaitu barang-barang yang
disiapkan untuk dijual, maka dihitung di akhir tahun dan dikeluarkan zakatnya
seilai 2,5% baik nilainya sama dengan harganya, lebih, atau kurang, berdasarkan
hadits Samurah.
“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan kepada kami supaya mengeluarkan zakat dari barang yang kami
siapkan untuk dijual” [Abu Daud]
Termasuk dalam kategorinya ialah tanah
yang disiapkan untuk memperjual belikan, bangunan, mobil, tempat penampungan
air, dan berbagai barang lainnya yang disiapkan untuk diperjual
belikan.
Adapun bangunan yang disiapkan untuk disewakan. Bukan untuk
dijual, maka zakatnya pada sewanya itu, apabila telah genap setahun. Sedangkan
barangnya itu sendiri tidak ada zakatnya, karena memang tidak disiapkan untuk
diperjual belikan.
Demikian pula mobil pribadi dan taksi, tidak wajib
dizakati, jika mobil tersebut tidak disiapkan untuk diperjual belikan. Pemilik
mobil tersebut membelinya hanyalah untuk dipakai. Apabila pemilik mobil sewaan
atau selainnya telah mendapatkan uang yang mencapai satu nishab, maka ia harus
menzakatinya, apabila telah genap setahun, baik uang tersebut ia siapkan untuk
nafkah, untuk menikah, untuk membeli barang, membayar utang, atau tujuan-tujuan
lainnya ; berdasarkan keumuman dalil-dalil syar’i yang menunjukkan kewajiban
zakat dalam perkara seperti ini.
Pendapat ulama yang shahih bahwa utang
itu tidak menghalangi zakat, karena sebagaimana telah
disinggung.
Demikian pula harta anak yatim dan orang gila wajib dizakati,
menurut jumhur ulama, apabila telah mencapai nishabnya dan telah genap setahun.
Wajib atas para wali mereka untuk mengeluarkan zakatnya dengan niat dari mereka
pada saat genap setahun, berdasarkan keumuman dalil-dalil. Misalnya, sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Muadz Radhiyallahu ‘anhu, ketika
diutus kepada penduduk Yaman.
“Artinya : Sesungguhnya Allah telah
mewajibkan zakat atas mereka yang diambil dari mereka yang kaya dan diberikan
kepada mereka yang miskin”.
HAK ALLAH
Zakat adalah hak Allah, tidak
boleh memberikannya kepada orang yang tidak berhak menerimanya. Tidak boleh
seseorang mengambil manfaat bagi dirinya sendiri atau menolak kemudharatan, dan
tidak pula dengan zakat itu supaya hartanya terjaga atau terelakkan dari
keburukan. Tetapi wajib atas setiap muslim memberikan zakatnya kepada yang
berhak, karena merekalah yang berhak menerimanya, bukan karena tujuan lain,
disertai dengan jiwa yang bersih dan ikhlas karena Allah, sehingga ia berbeda
dari tanggungannya dan berhak mendapatkan pahala dan ganti yang lebih
baik.
SIAPA YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT?
Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah mejelaskan dalam Al-Qur’an tentang golongan yang berhak menerima zakat.
Dia berfirman.
“Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang,
untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”
[At-Taubah : 60]
Ayat ini ditutup dengan dua nama Allah ; Yang Maha
Mengetahui dan Maha Bijaksana, sebagai peringatan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
kepada hamba-hambaNya bahwa Dia Maha Mengetahui perihal hamba-hambaNya ; siapa
di antara mereka yang berhak menerima zakat dan siapa yang tidak berhak
menerimanya. Dia Maha Bijaksana dalam syariat dan ketentuanNya, sehingga Dia
tidak meletakkan sesuatu kecuali pada tempatnya yang layak, meskipun sebagian
manusia tidak mengetahui sebagian rahasia-rahasia hikmahNya, agar para hamba
merasa tentram dengan syari’atNya dan ridha dengan hikmahNya.
Allah-lah
Dzat yang dimohon, semoga Dia memberikan taufik kepada kita dan umat Islam untuk
memahami agamaNya, jujur dalam berinteraksi denganNya, berlomba-lomba kepada apa
yang diridhaiNya, dan selamat dari murkaNya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar
lagi Mahadekat. Semoga Allah sampaikan shalawat dan salam kepada hamba dan
utusanNya, Muhammad serta keluarga dan para sahabatnya.
[Disalin dari
buku Fatawa Az-Zakah, edisi Indonesia Fatwa Seputar Zakat, Penyusun Muhammad
Al-Musnid, Penerjemah Ahmad Syaikhu, Sag, Penebit Darul Haq, Cetakan I Sya’ban
1424H]