ZAKAT FITHRI
Oleh
Syaikh as-Sayyid Sabiq
Zakat fithri
adalah zakat yang diwajibkan karena berbuka dari bulan Ramadhan.
Zakat
tersebut wajib atas setiap individu muslim, kecil, besar, laki-laki, wanita,
merdeka, maupun budak.
HADITS NO. 88 (SHAHIH)
Al-Bukhari dan Muslim
meriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhu, bahwa beliau
berkata:
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat
fithri dengan satu sha' kurma atau satu sha' gandum, baik atas budak, merdeka,
laki laki, wanita, anak kecil, maupun dewasa, dari kalangan kaum muslimin."
[1]
Pasal 1
HIKMAH ZAKAT FITHRI
Zakat fithri diwajibkan pada
bulan Sya'ban dari tahun kedua Hijriyyah. Tujuannya untuk menyucikan orang yang
berpuasa dari segala pelanggaran yang mungkin terjadi saat puasa, baik berupa
melakukan perbuatan yang sia-sia, atau perkataan yang keji, sekaligus untuk
membantu orang-orang yang fakir.
HADITS NO. 89 (HASAN)
Diriwayatkan
oleh Abu Dawud, Ibnu Majah dan ad-Daraquthni, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu
'anhu, bahwa ia berkata:
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
mewajibkan zakat fithri untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkara yang
sia-sia dan perkataan yang keji sekaligus sebagai makanan bagi orang-orang
miskin. Barang-siapa yang menunaikannya sebelum shalat 'Id, maka ia merupakan
zakat yang diterima. Dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat 'Id, maka
ia termasuk salah satu sedekah (yang sunnah)." [2]
Pasal 2
KEPADA
SIAPAKAH ZAKAT FITHRI DIWAJIBKAN?
Zakat fithri diwajibkan atas seorang
muslim yang merdeka, serta memiliki satu sha' bahan makanan pokok [3] yang lebih
dari kebutuhan diri dan tanggungannya untuk sehari semalam.[4] Zakat fithri
wajib dikeluarkan untuk dirinya dan diri orang yang wajib dinafkahi olehnya,
seperti isteri, anak dan pembantu yang mengurusi keperluan mereka.
Pasal
3
UKURAN ZAKAT FITHRI
Yang wajib dikeluarkan sebagai zakat fithri
adalah satu sha' [5] gandum, kurma, anggur, keju, beras, jagung, atau makanan
pokok lainnya.
Abu Hanifah membolehkan mengeluarkan zakat fithri dengan
harga (uang). Beliau juga berkata, "Jika seorang muzakki mengeluarkan zakat
dengan gandum, maka mengeluarkan setengah sha' itu sudah
mencukupi."
HADITS NO. 90 (SHAHIH)
Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu
'anhu berkata:
"Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam masih bersama
kami, kami mengeluarkan zakat fithri atas setiap anak kecil, dewasa, orang
merdeka, dan hamba sahaya, sebanyak satu sha' makanan, satu sha' keju, satu sha'
gandum, satu sha' kurma, satu sha' kismis. Kami tetap melakukan hal itu sampai
datanglah Mu'awiyah untuk melakukan haji atau umrah. Lalu ia berkata di atas
mimbar. Di antara yang ia ucapkan di hadapan orang-orang adalah, 'Aku memandang
bahwa dua mudd [6] samra' (gandum) Syam setara dengan satu sha' kurma.' Maka
orang-orang pun mengambil perkataannya tersebut." Abu Sa'id melanjutkan, "Tetapi
aku tetap mengeluarkan zakat seperti yang aku lakukan sebelumnya, selama aku
hidup." [7]
Diriwayatkan oleh sejumlah ahli hadits.
At-Tirmidzi
berkata, "Sebagian ahli ilmu mengamalkan hadits tersebut. Mereka berpendapat
bahwa ukuran zakat fithri untuk segala sesuatu adalah satu sha'. Ini adalah
pendapat asy-Syafi'i dan Ishaq."
Sebagian ulama berpendapat, untuk segala
sesuatu wajib dikeluarkan satu sha', kecuali burr (gandum), cukup hanya dengan
setengah sha'. Ini adalah pendapat Sufyan, Ibnul Mubarak, dan penduduk
Kufah.
Pasal 4
KAPANKAH ZAKAT FITHRI DIWAJIBKAN?
Para ulama
fiqih sepakat bahwa zakat fithri diwajibkan pada akhir bulan Ramadhan, tetapi
mereka berbeda pendapat tentang batasan waktunya.
Sufyan ats-Tsauri,
Ahmad, asy-Syafi'i dalam pendapatnya yang lama, dan salah satu riwayat al-Imam
Malik menyatakan bahwa waktu wajibnya adalah ketika terbenamnya matahari di
malam hari raya. Alasannya, itulah waktu berbuka dari bulan Ramadhan.
Abu
Hanifah, al-Laits, asy-Syafi'i dalam pendapatnya yang lama dan riwayat kedua
dari Malik menyatakan bahwa waktu wajibnya adalah ketika terbitnya fajar di hari
raya.
Faedah perbedaan pendapat dalam masalah ini, jika seorang bayi
dilahirkan sebelum fajar hari raya dan setelah matahari terbenam, apakah ia
terkena zakat fithri atau tidak?
Menurut pendapat pertama, ia tidak
terkena zakat fithri, karena dia lahir setelah lewatnya waktu wajib zakat fithri
menurut mereka. Sedangkan menurut pendapat kedua, ia terkena zakat fithri,
karena ia dilahirkan sebelum waktu wajib zakat fithri menurut
mereka.
Mendahulukan pembayaran zakat fithri sebelum tiba waktu
wajibnya:
Mayoritas ulama fiqih berpendapat bahwa boleh hukumnya menyegerakan
pembayaran zakat fithri ketika satu atau dua hari sebelum hari
raya.
HADITS NO. 91 (SHAHIH)
Ibnu 'Umar Radhiyallahu 'anhu
berkata:
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami
agar zakat fithri itu dibayarkan sebelum orang-orang keluar menuju shalat."
[8]
Nafi' berkata, "Ibnu 'Umar dahulu menunaikan zakat fithri satu atau
dua hari sebelum hari raya."
Para ulama berbeda pendapat jika zakat
fithrah dibayarkan sebelum itu.
Menurut Abu Hanifah rahimahullah, boleh
membayar zakat fithri sebelum bulan ramadhan.
Asy-Syafi'i rahimahullah
berkata, "Boleh membayarnya di awal bulan."
Malik rahimahullah berkata
-sekaligus merupakan pendapat yang masyhur dalam madzhab Imam Ahmad-, "Boleh
membayarnya ketika satu atau dua hari sebelum hari raya." [9]
Para ulama
sepakat bahwa kewajiban zakat fithrah tidak gugur meskipun sudah lewat dari
waktunya. Ia tetap merupakan hutang yang menjadi tanggungan orang yang
bersangkutan sehingga dia membayarnya, meskipun di akhir umurnya.
Mereka
juga sepakat bahwa tidak boleh mengakhirkan zakat fithri melebihi hari raya[10].
Kecuali apa yang dinukil dari Ibnu Sirin dan an-Nakha'i. Mereka keduanya
berkata, "Boleh mengakhirkannya setelah hari raya." Imam Ahmad juga berkata,
"Saya harap hal itu tidak mengapa."
Ibnu Ruslan berkata, "Perkara
tersebut haram menurut kesepakatan ulama, karena ia adalah zakat. Maka
mengakhirkannya merupakan perbuatan dosa, seperti halnya melakukan shalat di
luar waktunya."
Disebutkan dalam hadits sebelumnya:
"Barangsiapa
yang menunaikan zakat fithri sebelum shalat 'Id, maka ia merupakan zakat yang
diterima. Dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat 'Id, maka ia
termasuk salah satu sedekah (yang sunnah)." [11]
Pasal 5
ORANG-ORANG
YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITHRI
Orang-orang yang berhak mendapatkan
zakat fithri adalah orang-orang yang berhak mendapatkan zakat secara umum.
Maksudnya, zakat fithri dibagikan kepada delapan golongan yang disebutkan di
dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Sesungguhnya zakat-zakat itu
hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin..." [At-Taubah:
60]
Hanya saja orang-orang fakir adalah golongan yang paling berhak
mendapatkan zakat fithri. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits
terdahulu:
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat
fithri untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkara yang sia-sia dan
perkataan yang keji; sekaligus sebagai makanan bagi orang-orang
miskin."
HADITS NO. 92 (DHA'IF)
Juga berdasarkan riwayat al-Baihaqi
dan ad-Daraquthni, dari Ibnu 'Umar Radhiyallahu 'anhu, beliau
berkata:
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat
fithri. 'Beliau juga berkata :
"Jadikanlah mereka kaya (berkecukupan)
pada hari ini!" [12]
HADITS NO. 93
Di dalam riwayat al-Baihaqi, beliau
berkata:
"Cukupilah mereka agar mereka tidak berkeliling (untuk
minta-minta) hari ini!" [13]
Mengenai tempat menunaikannya, maka telah
dibicarakan dalam pembahasan memindahkan zakat.
Memberikan Zakat Fithrah
Kepada Kafir Dzimmi
Az-Zuhri, Abu Hanifah, Muhammad, dan Ibnu Syubrumah
membolehkan pemberian zakat fithri kepada kafir dzimmi. [14] Hal ini berdasarkan
firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Allah tidak melarang kamu untuk
berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena
agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil." [Al-Mumtahanah: 8]
[Disalin dari kitab
Fiqhus Sunnah, Kitaab az-Zakaah, Penulis Syaikh as-Sayyid Sabiq, Edisi Indonesia
Panduan Zakat Menurut al-Qur-an dan as-Sunnah, Penerjemah, Beni Sarbeni, Edit
Isi Adni Kurniawan, Lc. Penerbit Pustaka Ibnu
Katsir]
__________
Footnotes
[1]. Diriwayatkan oleh :
Al-Bukhari:
Kitab az-Zakaah bab Fardh Shadaqatil Fithri (II/ 161) dan bab Sha-daqatul Fithr
'alal Abd wa Ghairih minal Muslimiin (II/ 161).
Muslim: Kitab az-Zakaah bab
Zakaatul Fithri 'alal Muslimiin minat Tamr wasy Sya'iir (II/ 677-678, no. 12-14,
16).
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah bab Kam Yu-adda fi Shadaqatil Fithr
(II/263-266, no. 1611-1613).
Ibnu Majah: Kitab az-Zakaah bab Shadaqatil Fithr
(I/ 584, no. 1826).
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab Fardhu Zakaatil Fithri
'alal Muslimiin dunal Mua'aahadiin (V/ 48, no. 2503, 2504).
Ad-Daarimi: Kitab
az-Zakaah bab Zakaatil Fithri (I/ 392).
Malik dalam al-Muwaththa' Kitab
az-Zakaah bab Makiilah Zakaatil Fithr (I/284, no. 52).
Ahmad dalam al-Musnad
(II/ 102, 137).
[2]. Diriwayatkan oleh :
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah, bab
Zakaatil Fithri (II/262, no. 1609).
Ibnu Majah: Kitab az-Zakaah, bab
Shadaqatil Fithri (I/585, no. 1827).
Ad-Daraquthni: Kitab az-Zakaah, bab
Zakaatil Fithri (II/138, no. 1).
[3]. Telah disebutkan sebelumnya bahwa satu
sha' setara dengan empat mudd. Sedangkan satu mudd nabawi kira-kira setara
dengan 0,688 liter. Sehingga satu sha' kira-kira setara dengan 2,752 liter.
Menurut asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah, satu sha' diperkirakan setara
dengan 2,04 kg jika dihitung dengan gandum yang berkualitas baik. Untuk beras,
maka dikonversi terlebih dahulu menurut massa jenisnya. Lihat al-Fiqhul Islami
wa Adillatuh (I/142-143) dan Majaalisy Syahr Ra-madhan (hal. 143). Wallaahu
a'lam.-ed
[4]. Ini adalah madzhab Malik, asy-Syafi'i dan Ahmad. Asy-Syaukani
berkata, "Inilah pendapat yang benar. Sedangkan menurut Hanafiyyah disyaratkan
harus mencapai nishab."
[5]. Satu sha' adalah empat mudd. Sedangkan satu mudd
adalah setangkup kedua telapak tangan orang yang sedang, atau sama dengan satu
sepertiga qadah atau dua qadah.
[6]. Dua mudd sama dengan setengah
sha'.
[7]. Diriwayatkan oleh :
Al-Bukhari secara ringkas dan lengkap:
Kitab az-Zakaah, bab Sha' minaz Zabiib (II/161-162).
Muslim: Kitab az-Zakaah,
bab Zakaatul Fithri 'alal Muslimiin minat Tamr wasy Sya'iir (II/678-679, no.
18-19).
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah, bab Kam Yu-adda fish Shadaqatil Fithri
(II/267, no. 1616).
At-Tirmidzi: Kitab az-Zakaah, bab Maa Jaa-a fish
Shadaqatil Fithri (III/50, no. 673).
Ibnu Majah: Kitab az-Zakaah, bab
Shadaqatil Fithri (I/585, no. 1829).
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab at-Tamru
fish Zakaatil Fithri (V/51, no. 2513).
Ad-Daarimi : kitab az-Zakaah bab Fi
Zakaatil Fithr (I/ 392).
[8]. Diriwayatkan oleh:
Al-Bukhari: Kitab
az-Zakaah, bab Fardhu Shadaqatil Fithri (II/161) dan bab ash-Shadaqah Qablal
'Iid (II/162).
Muslim: Kitab az-Zakaah, bab al-Amru bi Ikhraaji Zakaatil
Fithri Qablash Shalah (II/679, no. 22-23).
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab
al-Waqtul ladzi Yustahabbu an Tu-รข€˜adda Sha-daqatil Fithri fiihi (IV/54, no.
2521).
At-Tirmidzi: Kitab az-Zakaah, bab Taqdiimuha Qablash Shalah (III/53,
no. 677).
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah, bab Mataa Tu-'adda (II/263, no.
1610).
[9]. Ini adalah pendapat yang benar insya Allah. Zakat fithrah boleh
dibayarkan pada satu atau dua hari sebelum hari raya. Dalilnya adalah perbuatan
Ibnu Umar. Alasan selanjutnya, tujuan dari zakat fithrah adalah memberi
kecukupan kepada orang fakir di hari raya, sehingga mereka bisa turut bergembira
dan tidak perlu minta-minta. Inilah yang ditunjukkan oleh hadits-hadits seputar
masalah ini. Jika zakat fithrah dibayarkan di awal bulan Ramadhan, dikhawatirkan
tujuan ini tidak tercapai. Karena bisa jadi zakat fithrah yang mereka dapatkan
sudah habis di pertengahan bulan. Ini jika zakat fithrah tersebut dibagikan
secara in-dividu. Jika zakat fithrah tersebut diberikan kepada panitia zakat
yang terpercaya sebelum dua hari menjelang hari raya, dimana panitia tersebut
membagi-bagikan zakat fithrah tadi kepada orang-orang yang fakir ketika satu
atau dua hari menjelang hari raya, maka insya Allah hal ini juga tidak mengapa.
Karena yang menjadi tolak ukur adalah sampainya zakat fithrah di tangan
orang-orang fakir menjelang hari raya. Wallaahu a'lam.-ed.
[10]. Mereka juga
memastikan bahwa pembayaran sampai akhir hari lebaran menggugurkan
kewajiban.
[11]. Maksudnya yang bisa dishadaqahkan setiap waktu.
[12]. HR.
Ad-Daraquthni: Kitab Zakaatil Fithr (II/152-153, no. 67). Lihat penjelasan-nya
pada Irwaa-ul Ghaliil (III/332-334).-pent.
[13]. HR. Al-Baihaqi: Kitab
az-Zakaah, bab Waqtu Ikhraaji Zakaatil Fithri (IV/175).
[14]. Lihat
pembahasan ini secara lebih rinci dalam Tamaamul Minnah (388).