ZAKAT PROFESI
Oleh
Al Lajnah Ad Da’imah Li Al Buhuts Al Ilmiyah Wa Al
Ifta
Maraknya pemikiran adanya zakat profesi yang kini berkembang,
kiranya menjadi persoalan dan tanda tanya besar bagi kalangan sebagian para
pekerja profesional. Di berbagai institusi, zakat profesi ini bahkan sudah
diberlakukan. Bagaimanakah tinjauan atas pemberlakuan zakat profesi
ini?
Berikut kami hadirkan kepada sidang pembaca, beberapa fatwa tentang
zakat dari Fatawa Al Lajnah Ad Da’imah Li Al Buhuts Al Ilmiyah Wa Al Ifta’.
Disusun oleh Syaikh Ahmad bin Abdur Razaq Ad Duwaisy, Penerbit Daar Al ‘Ashimah,
Riyadh KSA, Cetakan I, Tahun 1419 H/1998 M. XII/279-282.
Disamping itu,
untuk melengkapi sajian tentang fatwa ini, kami nukilkan juga pendapat Syaikh
Nashiruddin Al Albani dalam majalah Al Ashalah. Semoga bermanfaat.
(Redaksi).
FATWA NO. 282
SOAL:
1. Seorang pegawai, gaji
bulanannya diberikan secara tidak tetap. Kadang pada bulan tertentu diberikan
kurang dari semestinya, pada bulan lain diberikan lebih banyak. Sementara, gaji
yang diterima pertama kali sudah mencapai haul (satu tahun). Sedangkan sebagian
gaji yang lain belum memenuhi haul (satu tahun). Dan ia tidak mengetahui jumlah
gaji (pasti) yang diterimanya setiap bulan. Bagaimana cara ia
menzakatkannya?
2. Seorang pegawai lain menerima gaji bulanannya setiap
bulan. Pada setiap kali menerima gaji, ia simpan dilemarinya. Dia memenuhi
kebutuhan belanja dan tuntutan rumah tangganya dari uang yang ada di lemari
simpanannya ini setiap hari, atau pada waktu-waktu yang berdekatan (sering).
Tetapi dengan jumlah uang yang tidak tetap, sesuai dengan kebutuhan. Bagaimana
cara mengukur haul (satu tahun) dari apa yang ada di lemari? Dan bagaimana pula
cara mengeluarkan zakat dalam kasus seperti ini? Padahal sebagaimana telah
diterangkan dimuka, proses pemenuhan gaji (yang kemudian disimpan sebagai
persediaan harian), tidak semuanya sudah berjalan satu
tahun?
JAWAB:
Karena pertanyaan pertama dan kedua mempunyai satu
pengertian dan juga ada kasus-kasus senada, maka Lajnah Da’imah (lembaga fatwa
ulama di Saudi Arabia) memandang perlu memberikan jawaban menyeluruh, supaya
faidahnya dapat merata.
Barangsiapa yang memiliki uang mencapai nishab
(ukuran jumlah tertentu yang karenanya dikenai kewajiban zakat). Kemudian
memiliki tambahannya berupa uang lain pada waktu yang berbeda-beda, dan uang
tambahannya itu tidak berasal dari sumber uang pertama dan tidak pula berkembang
dari uang pertama. Tetapi merupakan uang dari penghasilan terpisah. Seperti uang
yang diterima oleh seorang pegawai dari gaji bulanannya, ditambah uang hasil
warisan, hibah atau hasil bayaran dari pekarangan umpamanya.
Apabila ia
ingin teliti menghitung haknya, ingin teliti untuk tidak membayarkan zakat
kepada yang berhak kecuali menurut ukuran harta yang wajib dizakatkan, maka ia
harus membuat daftar penghitungan khusus bagi tiap-tiap jumlah perolehan dari
masing-masing bidang dengan menghitung masa haul (satu tahun), semenjak hari
pertama memilikinya. Selanjutnya ia keluarkan zakat dari setiap jumlah
masing-masing, pada tiap kali mencapai haul (satu tahun) semenjak tanggal
kepemilikan harta tersebut. (Tetapi ingat syarat nishab di atas,
pen).
Namun apabila ia ingin enak dan menempuh cara yang longgar serta
lapang diri untuk lebih mengutamakan pihak fuqara dan golongan penerima zakat
lainnya, ia keluarkan saja zakat dari seluruh gabungan uang yang dimilikinya,
ketika sudah mencapai haul (satu tahun) dihitung sejak nishab pertama yang
dicapai dari uang miliknya. Ini lebih besar pahalanya, lebih mengangkat
kedudukannya, lebih memberikan rasa santainya dan lebih menjaga hak-hak
fakir-miskin serta seluruh golongan penerima zakat.
Sedangkan jika uang
yang ia keluarkan berlebih dari jumlah (nishab) uang yang sudah sempurna
haulnya, dihitung sebagai uang zakat yang dibayarkan di muka bagi uang yang
belum mencapai haul.
وبالله التوفيـق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه
وسلم.
LAJNAH DA’IMAH LI AL BUHUTS AL ILMIYAH WA AL IFTA’ (Lembaga Ulama
Untuk Kajian Ilmiah dan Fatwa). Wakil Ketua Lajnah: (Syaikh) Abdur Razaq Afifi.
Anggauta: (Syaikh) Abdullah bin Ghudayyan. Anggauta: (Syaikh) Abdullah bin
Mani’.
FATWA NO. 1360
SOAL:
Berkaitan dengan pertanyaan
tentang zakat gaji pegawai. Apakah zakat itu wajib ketika gaji diterima atau
ketika sudah berlangsung haul (satu tahun)?
JAWAB:
Bukanlah hal yang
meragukan, bahwa diantara jenis harta yang wajib dizakati ialah dua mata uang
(emas dan perak). Dan diantara syarat wajibnya zakat pada jenis-jenis harta
semacam itu, ialah bila sudah sempurna mencapai haul. Atas dasar ini, uang yang
diperoleh dari gaji pegawai yang mencapai nishab, baik dari jumlah gaji itu
sendiri ataupun dari hasil gabungan uangnya yang lain, sementara sudah memenuhi
haul, maka wajib untuk dizakatkan.
Zakat gaji ini tidak bisa diqiyaskan
dengan zakat hasil bumi. Sebab persyaratan haul (satu tahun) tentang wajibnya
zakat bagi dua mata uang (emas dan perak) merupakan persyaratan yang jelas
berdasarkan nash. Apabila sudah ada nash, maka tidak ada lagi
qiyas.
Berdasarkan itu, maka tidaklah wajib zakat bagi uang dari gaji
pegawai sebelum memenuhi haul.
وبالله التوفيـق وصلى الله على نبينا محمد
وآله وصحبه وسلم.
LAJNAH DA’IMAH LI AL BUHUTS AL ILMIYAH WA AL IFTA’
(Lembaga Ulama Untuk Kajian Ilmiah dan Fatwa). Ketua Lajnah: (Syaikh) Abdul Aziz
bin Abdillah bin Baz. Wakil Ketua : (Syaikh) Abdur Razaq Afifi. Anggota:
(Syaikh) Abdullah bin Ghudayyan. Anggota: (Syaikh) Abdullah bin
Mani’.
FATWA NO. 2192
SOAL:
Apabila seorang Muslim menjadi
pegawai atau pekerja yang mendapat gaji bulanan tertentu, tetapi ia tidak
mempunyai sumber penghasilan lain. Kemudian dalam keperluan nafkahnya untuk
beberapa bulan, kadang menghabiskan gaji bulanannya. Sedangkan pada beberapa
bulan lainnya kadang masih tersisa sedikit yang disimpan untuk keperluan
mendadak (tak terduga). Bagaimanakah cara orang ini membayarkan
zakatnya?
JAWAB:
Seorang muslim yang dapat terkumpul padanya sejumlah
uang dari gaji bulanannya ataupun dari sumber lain, bisa berzakat selama sudah
memenuhi haul, bila uang yang terkumpul padanya mencapai nishab. Baik (jumlah
nishab tersebut berasal) dari gaji itu sendiri, ataupun ketika digabungkan
dengan uang lain, atau dengan barang dagangan miliknya yang wajib
dizakati.
Tetapi apabila ia mengeluarkan zakatnya sebelum uang yang
terkumpul padanya memenuhi haul, dengan niat membayarkan zakatnya di muka, maka
hal itu merupakan hal yang baik saja Insya Allah.
وبالله التوفيـق وصلى
الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
LAJNAH DA’IMAH LI AL BUHUTS AL
ILMIYAH WA AL IFTA’ (Lembaga Ulama untuk Kajian Ilmiah dan Fatwa). Ketua Lajnah:
(Syaikh) Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz. Wakil Ketua: (Syaikh) Abdur Razaq
Afifi. Anggota: (Syaikh) Abdullah bin Ghudayyan. Anggota: (Syaikh) Abdullah bin
Qu’ud.
FATWA SYAIKH AL ALBANI
SOAL 2:
Bagaimana seorang muslim
menzakati harta yang diperolehnya dari gaji, upah, hasil keuntungan dan harta
pemberian? Apakah harta-harta itu digabungkan dengan harta-harta lain miliknya?
Lalu ia mengeluarkan zakatnya pada saat masing-masing harta tersebut mencapai
haul? Ataukah ia mengeluarkan zakatnya pada saat ia memperoleh harta itu jika
telah mencapai nishab, baik dari nishab harta itu sendiri, atau jika digabung
dengan harta lain miliknya, tanpa menggunakan syarat
haul?
JAWAB:
Dalam hal ini, di kalangan ulama terjadi dua pendapat.
Menurut kami, yang rajih (kuat) ialah setiap kali ia memperoleh tambahan harta,
maka tambahan harta itu digabungkan pada nishab yang sudah ada padanya.
(Maksudnya tidak setiap harta tambahan dihitung berdasarkan haulnya
masing-masing, pent.).
Apabila sudah memenuhi haul (satu tahun) dalam nishab
tersebut, ia harus mengeluarkan zakat dari nishab yang ada beserta tambahan
harta hasil gabungannya.
Tidak disyaratkan masing-masing harta tambahan
yang digabungkan dengan harta pokok itu harus memenuhi haulnya sendiri-sendiri.
Pendapat yang tidak seperti ini, mengandung kesulitan yang amat besar. Padahal
diantara kaidah yang ada dalam Islam ialah :
وَمَاجَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي
الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
"Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu
dalam agama suatu kesempitan". [Al Hajj:78].
Sebab, seseorang –terutama
jika seseorang itu memiliki banyak harta atau pedagang- akan harus mencatat
tambahan nishab setiap harinya; misalnya, hari ini datang kepadanya jumlah uang
sekian. Dan itu dilakukan sambil menunggu hingga berputar satu tahun ……
Demikianlah seterusnya. Tentu hal itu akan teramat sangat
menyulitkan.
[Diterjemahkan secara bebas dari majalah Al Ashalah no. 5/15
Dzulhijjah 1413, dalam rubrik soal- jawab, halaman 60-61]